Desa Panincong Terdiri dari 2 (Dua) Dusun yaitu Dusun Panincong dan Dusun Labuleng, 8 (Delapan) RW dan 32 (Tiga Puluh Dua) RT. Jumlah penduduk Desa Panincong akhir 31 Januari 2024 sebanyak 3.739 Jiwa yang terdiri dari 1.791 laki-laki dan 1.948 perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 1.333 KK. Sedangkan jumlah Keluarga Miskin (Gakin) 30 KK.
Jumlah Penduduk
Laki-laki | Perempuan | Total |
1.791 jiwa | 1.948 jiwa | 3.739 jiwa |
- Jumlah angkatan kerja yang bekerja (penduduk usia 18-56 th) : 1.196 jiwa
- Jumlah angkatan kerja yang belum bekerja (penduduk usia 18-56 th : 1.064 jiwa
- Jumlah yang belum/tidak bekerja : 557 jiwa
- Jumlah Rumah Tangga Petani : 539 KK
Data Sarana & Prasarana Pendidikan
No | Gedung / Nama Sekolah | Jumlah | Status Sekolah | |
Negeri | Swasta | |||
1 | Kelompok Bermain Farhan | 1 | – | Ya |
2 | RA DDI Panincong | 1 | – | Ya |
3 | Sekolah Dasar Negeri : | |||
a. SDN 60 Panincong | 1 | Ya | – | |
b. SDN 61 Kampung Baru | 1 | Ya | – | |
c. SDN 62 Lompo Panincong | 1 | Ya | – | |
d. SDN 185 Cilellang | 1 | Ya | – | |
e. SDN 171 Kampung Baru | 1 | Ya | – | |
4 | Sekolah Menengah Pertama | |||
a. SMPN 3 Marioriawa | 1 | Ya | ||
b. MTs DDI Panincong | 1 | – | Ya |
- Tingkat Pendidikan
Data Tingkat Pendidikan Penduduk
No | Uraian | Jumlah (Orang) |
1 | Usia 3-6 Tahun yang belum masuk TK | 110 |
2 | Usia 3-6 Tahun yang sedang TK/Playgroup | 11 |
3 | Usia 7-18 Tahun yang sedang sekolah | 530 |
4 | Usia 18-56 Tahun tidak pernah sekolah | 54 |
5 | Usia 18-56 Tahun pernah SD tetapi tidak tamat | 64 |
6 | Tamat SD/Sederajat | 942 |
7 | Tamat SMP/Sederajat | 485 |
8 | Tamat SMA/Sederajat | 561 |
9 | Tamat D-1/Sederajat | 5 |
10 | Tamat D-2/Sederajat | 35 |
11 | Tamat D-3/Sederajat | 40 |
12 | Tamat S-1/Sederajat | 160 |
13 | Tamat S-2/Sederajat | 7 |
14 | Tamat SLB B | 1 |
TOTAL | 3005 |
Rincian Tingkat Pendidikan Penduduk
Data Rincian Tingkat Pendidikan Penduduk
No | Usia | Lk (Orang) | Pr (Orang) | Jumlah (Orang) |
1 | Usia 3-6 tahun yang belum masuk PAUD (TK/Kelompok Bermain) | 61 | 49 | 110 |
2 | Usia 3-6 tahun yang sedang TK / Play Group | 6 | 5 | 11 |
3 | Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah | 265 | 265 | 530 |
4 | Usia 18-56 tahun yang tidak pernah sekolah | 29 | 25 | 54 |
5 | Usia 18-56 tahun yang pernah SD tapi tidak tamat | 32 | 32 | 64 |
6 | Tamat SD atau sederajat | 433 | 509 | 942 |
7 | Tamat SMP atau sederajat | 235 | 250 | 485 |
8 | Tamat SMA atau sederajat | 277 | 284 | 561 |
9 | Tamat D1 atau sederajat | 3 | 2 | 5 |
10 | Tamat D2 atau sederajat | 13 | 22 | 35 |
11 | Tamat D3 atau sederajat | 12 | 28 | 40 |
12 | Tamat S1 atau sederajat | 66 | 94 | 160 |
13 | Tamat S2 atau sederajat | 4 | 3 | 7 |
14 | Tamat S3 atau sederajat | – | – | – |
Jumlah | 1436 | 1568 | 3004 | |
1 | Tamat SLB A | – | – | – |
2 | Tamat SLB B | 1 | – | 1 |
3 | Tamat SLB C | – | – | – |
Jumlah | 1437 | 1568 | 3005 |
Data Sarana dan Prasarana Kesehatan
No | Uraian | Jumlah Gedung | Konstruksi | Tenaga Medis/Kader | |
Permanen | Darurat | ||||
1 | Posyandu | 5 | 1 | 4 | 25 Orang |
2 | Puskesmas | 1 | 1 | – | 55 Orang |
3 | Puskesmas Pembantu (Pustu) | – | – | – | – |
4 | Dukun Bersalin Terlatih | – | – | – | 1 Orang |
- Keluarga yang memiliki WC/Jambang Keluarga & Sanitasi
Data Keluarga yang memiliki WC
No | Uraian | Jumlah | Konstruksi | Kondisi | ||
Permanen | Darurat | Baik | Rusak | |||
1 | MCK Umum | 1 | 1 | – | 1 | – |
2 | Jambang Keluarga | 1133 | 1110 | 23 | 1097 | 36 |
3 | Resapan Air Limbah Rumah Tangga | – | – | – | – | – |
4 | Saluran Pembuangan Air Limbah | – | – | – | – | – |
- Prasarana Air Bersih
Data Prasarana Air Bersih
No | Uraian | Jumlah | Konstruksi | Kondisi | ||
Permanen | Darurat | Baik | Rusak | |||
1 | Sumur Pompa | – | – | – | – | – |
2 | Sumur Gali | 4 | 4 | – | 4 | – |
Seni
Di Desa Panincong terdapat berbagai kesenian, salah satunya kesenian tradisional (Oni-oni Toriolo) seperti :
- Kecapi
- Gambus
- Suling
Kesenian tradisional (Oni-oni Toriolo) biasanya dilakukan setiap ada acara tertentu seperti pada saat 17 Agustus namun saat ini kesenian ini sudah kurang yang disebabkan dengan banyaknya kesenian konfensional yang lebih mendominasi di daerah.
Budaya
Desa Panincong adalah salah satu dari 5 (Lima) Desa di Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng dihuni oleh ± 99,06 % Etnis/Suku Bugis secara turun temurun sehingga hampir seluruh aktifitas masyarakat memiliki ciri khas Bugis Budaya yang sampai saat ini dilestarikan dan bahkan dikembangkan untuk menjaga keasliannya dan khususnya pada pelaksanaan pesta seperti :
Pesta Pernikahan (Mappabotting), adalah suatu kebiasaan masyarakat Bugis yang dilaksanakan dengan cara tradisional yang ditandai dengan berbagai acara sebelum dan pada saat pelaksanaannya yaitu :
- Pihak keluarga laki-laki mengutus kerabat untuk mencari informasi (Mammanu’-manu’) kepada keluarga gadis yang akan dilamar tentang kepribadiannya, terutama keterikatannya kepada laki-laki lain, apakah karena keinginan sendiri atau bahkan ikatan suatu perjanjian orang tua/wali si gadis kepada kerabatnya. Jika ternyata tidak ada keterkaitan maka utusan
menyampaikan lowong, namun apabila terikat maka disampaikan pula bahwa keadaan tertutup.
- Dengan adanya penyampaian lowong, maka keluarga laki-laki melakukan pinangan atau melamar (Madduta) pada keluarga gadis dengan berbagai persyaratan yang disepakati seperti:
- Mahar sesuai status sosial mulai dari nominal 11 ringgit, 40 ringgit, 44 ringgit, 80 ringgit sampai nominal 1 Qati sampai 3 Qati yang saat ini dinilai dengan emas yang disertai pula dengan seperangkat alat shalat dan Al-Qur’an.
- Uang belanja (Dui’ Balanca) yang jumlahnya berdasarkan hasil musyawarah Tudang Mallino atau acara Madduta.
- Busana pengantin (Baju Adat) dengan warna yang disesuaikan status sosial keluarga.
- Bosara’ sejumlah 12 buah (Siakkareng) yang berisikan kue tradisional sebanyak 12 biji dalam 1 jenis kue. Ada juga yang membawa bosara’ sebanyak 24 buah (Dua Akkareng) sesuai status sosial keluarga. Bosara’ tersebut diikat dengan daun lontar.
- Kado Pengantin (Erang-Erang/Passio) berupa Pakaian, Alat Shalat, Alat Kecantikan, Alat Mandi, Sepatu, Sendal, dan Tas yang jumlahnya disesuaikan antara siakkareng (1 Lusin
/ paket) dan seterusnya yang dikemas dengan cantik dan indah. Bisa juga disusun dalam lemari kaca yang menjadi antaran pernikahan.
- Waktu Penetapan Pesta Pernikahan (Mappasiarekeng) bisanya dilakukan 1 atau 2 minggu sebelum pernikahan, hal ini dilakukan untuk lebih memastikan pelaksanaan pesta sekaligus menyerahkan biaya pesta atau Uang Belanja kepada keluarga calon mempelai wanita.
- Mappacci yang artinya Mapaccing atau bersih merupakan acara yang dilakukan pada malam hari H pesta pernikahan dengan kegiatan peletakan daun pacci sebagai symbol mensucikan diri calon mempelai sekaligus pemberian Do’a Restu dari orang tua dan keluarga lainnya. Adapun peralatan/ perlengkapan dalam acara “Mappacci” yaitu bantal, daun pacci,
sarung sutera, daun pisang batu, daun Nangka, beras, kelapa, gula merah, dan pesse pelleng. Barang atau perlengkapan tersebut disusun atau diurut sebagai berikut :
- Bantal sehari-harinya adalah penyangga Kepala. Dalam hal prosesi Mappacci adalah symbol kehormatan. Diharapkan dengan simbol ini, calon pengantin lebih mengenal dan memahami akan identitas dirinya, sebagai makhluk yang mulia dan memiliki kehormatan dari Sang Pencipta (PuangngeE : Bugis)
- Sarung Sutera yang diletakkan di atas bantal secara bersusun dibentuk segitiga sejumlah 9 atau 12 sarung sesuai dengan status sosial keluarga. Dalam proses mappacci, sarung bermakna sifat Istiqomah atau ketekunan sebagimana proses pembuatan sarung tersebut yang memerlukan ketekunan dan kesabaran dalam menyusun sehelai benang hingga menjadi selembar Kain Sarung yang siap pakai. Makna lain sarung yaitu symbol penutup aurat yang diharapkan agar calon mempelai senantiasa menjaga harkat dan martabatnya sehingga tidak menimbulkan rasa malu (Siri’) di tengah-tengan masyarakat kelak.
- Daun Pisang yang diletakkan diatas sarung (daun pisang tersebut adalah daun pisang dari jenis Pisang Batu/Otti Batu) yang mempunyai makna agar calon pengantin dapat melahirkan atau mengembangkan keturunan sebagaimana sifat dari Pohon Pisang yaitu tidak akan mati atau layu sebelum muncul tunas yang baru.
- Daun Nangka yang diletakkan di atas Daun Pisang yang dibentuk melingkar dengan menempelkan daun Nangka yang satu dengan yang lainnya. Nangka dalam bahasa daerah bugis disebut Panasa yang bermakna Menasa atau Niat atau Harapan. Maksud dari Menasa dalam daerah bugis yaitu “Mamminasa Lao Ri DecengngE” yang artinya mengharapkan sesuatu yang baik. Dalam filosofi Anre Gurutta di Bone, juga menyebut dalam bahasa bugis bahwa
“Dua mitu riala Sappo rilalengna AtuwongengngE, iyanaritu Unganna PanasaE (Bugis : Lempuu : Kejujuran) sibawa Belona KanukuE (Pacci)”. Maksud dari filosofi tersebut dalam mengarungi kehidupan ini yaitu ada dua sifat yang harus kita pegang yaitu kejujuran dan kesucian lahir dan batin.
Adapun perangkat proses Mappacci lainnya yang merupakan satu kesatuan adalah :
- Daun Pacar (Daun Pacci)/Inai adalah tumbuhan yang biasa digunakan kaum wanita dalam menghias kuku. Tetapi dalam proses mappacci, daun ini dipetik dari tangkainya sebanyak 3 kali dan diletakkan di telapak tangan calon mempelai. Daun pacar memilik sifat magis dan melambangkan kesucian.
- Gula Merah adalah bahan pemanis makanan atau minuman. Dalam proses mappacci diharapkan calon mempelai senantiasa dalam suasana harmonis dalam mengarungi kehidupan rumah tangga.
- Kelapa adalah buah yang isinya dijadikan pelengkap makanan atau minuman. Sebagai mana kita ketahui bahwa buah kelapa mempunyai banyak manfaat mulai dari Sabuk, Tempurung, Air Kelapa dan Santannya sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dengan demikian diharapkan calon mempelai kelak menjadi keluarga Sakinah, Mawaddah dan Warahmah serta berguna dan bermanfaat bagi orang banyak.
- Beras adalah bahan pangan yang menjadi makanan pokok sehari-hari bermakna kesejahteraan. Dalam prosesi adat mappacci pada awalnya juga digunakan Benno atau (padi yang disangrai) sering ditaburkan bersama beras ke tubuh calon pengantin.
- Lilin sebagai simbol penerang. Konon, zaman dahulu, nenek moyang kita memakai Pesse’ (lampu penerang tradisional yang terbuat dari kotoran lebah). Maksud dari lilin, agar
suami-istri mampu menjadi penerang bagi masyarakat di masa yang akan datang.
Dalam proses Mappacci, daun pacci dipetik dari tangkainya yang tertancap pada bwadah yang berisikan beras kemudian diuleg dengan kelapa dan gula merah kemudian diletakkan pada kedua telapak tangan calon mempelai. Selanjutnya mengambil Benno (Kembang Padi)/Beras dan dihamburkan kepada calon mempelai.
- Akad Nikah merupakan kunci dalam pernikahan. Pada intinya akad nikah adalah upacara keagamaan untuk pernikahan antara dua insan manusia. Dalam akad nikah dilakukan ijab Kabul yang merupakan ucapan dari orang tua atau wali mempelai wanita untuk menikahkan putrinya kepada sang calon mempelai pria. Orang tua mempelai wanita melepaskan putrinya untuk dinikahi oleh seorang pria, dan mempelai pria menerima mempelai wanita untuk dinikahi. Melalui akad nikah, maka hubungan antara dua insan yang saling bersepakat untuk berumah tangga diresmikan di hadapan manusia dan Tuhan.
- Mappasikarawa (mempertemukan pengantin laki-laki dan pengantin perempuan) adalah suatu kebiasaan yang telah dilakukan secara turun temurun diwarnai dengan kegiatan khusus yaitu pappasikarawa (pendamping pengantin laki-laki) biasanya memberi hadiah kepada Juru Kunci Pintu Kamar pengantin perempuan baru bisa dipersilahkan masuk kamar. Setelah itu pengantin mempelai laki-laki dituntun oleh Pappasikarawa menemui mempelai perempuan dengan kegiatan sebagai berikut:
Pengantin laki-laki memberi salam kepada isterinya (mempelai perempuan)
Pengantin laki-laki menyentuh bagian lengan isterinya kemudian menjabat tangan sambal membaca Doa yang dituntun oleh Pappasikarawa yang intinya memohon kepada Allah SWT. agar diberi Istiqomah menjalani
kehidupan rumah tangganya (dalam pepatah bugis yaitu
Sipuppureng Pakkaju Sero).
Setelah itu, kedua mempelai duduk bersanding kemudian diselimuti selembar kain putih baru dijahit. Hal ini bermakna agar kedua mempelai ini tidak akan berpisah kecuali ajal yang memisahkan.
- Resepsi Pernikahan adalah acara pesta pernikahan yang dilakukan sebagai ungkapan kegembiraan dan rasa syukur serta sebagai bentuk pemberitahuan bahwa pasangan tersebut telah resmi menjadi suami istri sehingga tidak menimbulkan fitnah di masyarakat. Acara resepsi pernikahan juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk berkumpulnya keluarga besar dan mempererat tali silaturahmi. Sanak keluarga yang berada di tempat yang jauh biasanya akan menyempatkan diri menghadiri acara pernikahan. Dalam proses resepsi ini, hal yang dilakukan pada saat kedua mempelai telah duduk bersanding di pelaminan dan menjadi raja dan ratu sehari yakni membaca ayat suci al-qur’an, nasehat di sekitar pernikahan dan penjamuan bagi tamu undangan. Acara resepsi ini biasanya dilakukan pada siang hari hingga malam hari.
- Marola atau Mapparola merupakan kunjungan mempelai perempuan ke rumah orang tua mempelai laki-laki. Mempelai perempuan datang ditemani iring-iringan dari keluarga mempelai perempuan. Mempelai perempuan juga membawa seserahan berupa perlengkapan pribadi dan kue-kue untuk mempelai laki-laki. Kunjungan ini sangat penting bagi masyarakat Bugis karena kunjungan tersebut menandakan kalau mempelai perempuan diterima dengan baik di keluarga mempelai laki-laki. Di Mapparola inilah, mempelai kembali sungkem kepada orang tua dan kerabat yang dituakan dari mempelai laki-laki. Setelah acara Marola atau Mapparola selesai, kedua mempelai akan kembali ke rumah mempelai perempuan. Dalam acara Mapparola ini, setelah kedua mempelai sungkeman kepada orang tua maka dilanjutkan ke
acara ritual pemberian satu set tempat makanan beserta piring dan gelas yang dikemas dengan cantik yang berisi beras dan lauk pauk yang biasa dimakan oleh mempelai laki-laki. Kegiatan ini dilakukan oleh keluarga mempelai laki-laki dengan memberikannya kepada mempelai laki-laki dan diserahkan kepada mempelai perempuan agar kelak ketika berumah tangga, isi yang ada dalam tempat makanan itu dijadikan contoh untuk menyediakan makanan kepada suaminya nantinya. Selain itu, keluarga mempelai perempuan menyuguhkan sarung sebanyak 12 lembar kepada keluarga mempelai laki-laki. Keluarga mempelai laki-laki bisa mengambil salah satu dari sarung tersebut dan bisa juga tidak kemudian mengembalikannya kembali kepada keluarga mempelai laki-laki guna nantinya dipakaikan pada malam harinya di acara Massompo.
- Massompo merupakan kegiatan yang dilakukan oleh keluarga mempelai laki-laki yang dilakukan dengan mendatangi kediaman mempelai perempuan pada malam resepsi pernikahan dengan membawa kue untuk diberikan kepada keluarga mempelai perempuan. Dalam acara Massompo ini, setelah semua tamu undangan pulang pada malam hari, maka keduanya mengganti pakaian, namun pengantin perempuan tidak langsung menemui suaminya tetapi bersembunyi di tempat lain atau bergabung dengan keluarga lainnya yang jauh dari tempat suaminya. Maka dengan itu pengantin laki-laki disuruh mencari istrinya dan setelah ditemukan diharuskan melempar sarung dengan posisi membelakangi keluarga. Hal ini dilakukan agar keluarga yang terkena lemparan sarung yang melingkar dapat menemui pula jodohnya, khusus bagi yang belum menikah.
- Massita Beseng (Silaturahmi keluarga kedua belah pihak mempelai), hal ini dilakukan oleh keluarga dekat mempelai laki-laki kepada keluarga mempelai wanita bertujuan untuk mempererat persaudaraan atau sebagai bukti bersatunya
kedua belah pihak keluarga. Hal ini biasanya dilakukan setelah Resepsi.
- Mappetu merupakan istilah dari kegiatan mempelai wanita beserta keluarga besarnya berkunjung dan bermalam di rumah Mertua sambal membawa bekal / oleh-oleh berupa makanan Bugis seperti Nasu Lekku, Burasa’, Leppe’-Leppe’, dan lain-lain.
- Makkampai Sanro merupakan kegiatan tradisional berupa persiapan ibu hamil untuk proses melahirkan kepada dukun beranak dengan melakukan kegiatan yang memasuki usia tujuh bulan masa kehamilan dengan membuat kue tujuh rupa, rujak tujuh buah, dan hidangan masakan tradisional lainnya.
- Mappano Lolo / Mappenre Tojang (Aqikah) adalah pengurbanan hewan dalam syariat Islam, sebagai bentuk rasa syukur umat Islam terhadap Allah SWT. mengenai bayi yang dilahirkan. Aqiqah biasanya dilakukan dihari ketujuh kelahiran seorang anak. Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Ummu Karaz Al Ka’biyah bahwa ia bertanya kepada rasulullah tentang akikah. Dia bersabda, “Bagi anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing dan bagi anak perempuan disembelihkan satu ekor, dan tidak akan membahayakan kamu sekalian, apakah (sembelihan itu) jantan atau betina”.
- Mappatettong Bola (Membangun Rumah) merupakan budaya atau tradisi yang dilakukan oleh masyarakat yang ingin mendirikan rumah secara gotong royong. Dalam kegiatan ini, pemilik rumah mengundang Sanro Bola dengan mempersiapkan makanan seperti :
- Buah Nyameng
- Bunga Sibollona Fatimah
- Gerabah yang diisi dengan beras
- Baku-baku yang berisikan Sokko dan Pallise
- Baku Loppo yang berisikan Padi dan Ayam
- Menre’ Bola Baru (Naik Rumah Baru) adalah suatu budaya dalam masyarakat Bugis yang telah berlangsung sejak tempo dulu. Prosesi naik rumah diawali dengan menggantung Pisang, Kelapa, Nangka, Pinang, dan buah Labu pada Tiang Utama yang disebut
POSSI BOLA. Di dekat Possi Bola diletakkan sebuah tempayan yang berisi air dan sebuah wadah tanah yang berisikan beras. Kegiatan ini dilakukan setelah shalat Subuh, tetua bersama pemilik rumah mengelilingi rumah minimal 3 kali sambil memercikkan air suci ke kolong rumah dan menandai tiang dengan tepung beras yang bermakna sebagai harapan semoga dalam menempati rumah baru tersebut diberikan keselamatan oleh Allah SWT. Setelah selesai mengelilingi rumah selanjutnya pemilik rumah naik ke rumah sambil membawa hidangan berupa Anreang Sakke dan Beppa Pitunrupa untuk dihidangkan kepada kerabat dan undangan lainnya sebagai tanda syukur atas karunia Tuhan kepada hamba-Nya. Adapun properti dalam kegiatan ini adalah :
- Anreang Sakke adalah menu lauk pauk tradisional seperti :
- Nasu manu lekku silebineng (sepasang Ayam Kampung) yang dimasak bercampur dengan lengkuas
- Bette Bale Bolong (Ikan Gabus Goreng)
- Bette Urang (Udang Goreng)
- Bette Bale Oseng (Ikan Sepat Goreng)
- Salonde (Toge yang terbuat dari Kacang Hijau)
- Bajabu (Ikan yang dikukus lalu ditumbuk kemudian digoreng Bersama santan hingga kering)
- Tempa-Tempa (Kelapa yang mengkal diparut dicampur dengan bumbu dan dibentuk segitiga dengan menggunakan daun lalu digoreng)
- Gagasa Tello (Telur yang dikocok kemudian digoreng dengan cara menyaring telur sebelum dituang ke dalam minyak)
- Nasu Bale (Ikan yang dimasak)
- Tafa Bale (Ikan yang diasap)
- Beppa Pitunrupa adalah kue-kue yang dihidangkan kepada Arung atau tamu terhormat, berupa :
- Sawella atau Gigafong
- Jompo-Jompo
- Onde-Onde
- Sanggara
- Bella Lawo
- Nennu-Nennu
- Lanti-Lanti atau Leppang-Leppang
- Pattapi bermakna benda yang dapat memisahkan hal yang baik dan yang buruk. Di atas Pattapi diletakkan :
- Pakkerri bermakna tidak akan bekerja dengan sia-sia
- Kaluku Sipolo/Malunra’ bermakna rasa bahagia
- Golla Cella’ bermakna kedamaian dan ketentraman
- Passero’ bermakna tiada hari tanpa kerja yang sia-sia
- Sanru’ Kaju bermakna pelengkap keramahan
- Baku’ itaroi Ase Mabbesse dan Manu Kampong Silibinengeng
sebagai simbol ketersediaan pangan keluarga
- Baku-Baku berisi 1 – 2 ikat Padi sebagai simbol kesuburan
- Kaluku Mattunrung bermakna keluarga dapat hidup rukun dan damai (simata Malunra’ na Macenning : istilah Bugis)
- Otti Mattunrung bermakna semoga keluarga mendapat rezeki yang berlimpah
- Alosi Mattunrung bermakna kecerahan
- Fanasa (Nangka) bermakna punya harapan atau niat yang baik
- Lawo bermakna semoga keluarga mendapat kehormatan
Acara Menre Bola Baru ini merupakan acara prosesi menempati rumah baru dalam adat bugis yang merupakan kegiatan kearifan lokal.
- Matteppo’ Galung merupakan kegiatan yang dilakukan dengan membawa jarum dan telur kepada Sanro Wanua (Dukun Kampung). Kegiatan ini bermaksud agar sawah yang akan ditanami sudah siap untuk diisi air untuk ditanami.
- Madduppa Wae atau Mabbaja Sepe’ merupakan kegiatan yang dilakukan dengan membersihkan pinggiran-pinggiran sawah yang akan dilalui oleh air dengan membawa Sokko’ Bampa, Otti Panasa, Tello, Benno Ase kemudian dibawa ke Sanro Wanua (Dukun Kampung).
- Maddoja Bine (Menjaga benih yang akan ditabur) adalah kegiatan tradisional yang dilakukan para petani sebelum hambur benih. Hal ini dilakukan untuk Doa penanaman padi atau menjaga benih dari segala gangguan hama. Kegiatan yang dilakukan dalam acara ini antar lain :
- Massure’ (pembacaan Lontara’ yang berisikan kisah padi)
- Makan Bersama Sokko dan Palopo’
Adapun benih yang dipersiapkan tersebut diterangi dengan Pesse’ Pelleng (pelita) sementara keesokan harinya benih diantar ke sawah dan setelah dihambur baru makan bersama lagi dengan nasi yang telah dibungkus dengan daun pisang.
- Mattaneng atau menanam merupakan kegiatan yang dilakukan secara gotong royong untuk menanam padi. Kegiatan ini dilakukan dengan berjejer yang masing-masing petani memegang padi yang akan ditanam kembali dengan menunduk sambil mundur ke belakang.
- Mabbissa Lobo merupakan kegiatan petani berkumpul dan berdiskusi tentang hasil keadaan tanamannya. Perkakas yang telah dipakai untuk mengolah lahan dicuci kemudian disimpan.
- Mappammula Mengngala (Persiapan Panen) merupakan kegiatan tradisional berupa berdoa yang dilakukan atas rasa syukur berhasilnya tanaman padi atau tanaman lainnya. Dalam acara ini diisi dengan makan bersama petani di sekitar lahan. Hidangan yang disajikan biasanya masakan/menu Nasu Lekku. Adapun properti yang dipersiapkan dalam acara ini yaitu daun use dan daun gorongkorong.
- Mappadendang (Pesta Panen) adalah suatu pesta bentuk rasa syukur atas keberhasilannya dalam menanam padi kepada Allah SWT. Mappadendang sendiri merupakan pesta yang diadakan secara besar-besaran yakni acara penumbukan gabah pada lesung dengan tongkat besar sebagai penumbuknya. Acara Mappadendang sendiri memiliki nilai magis yang lain disebut juga sebagai pensucian gabah yang dalam artian masih terikat dengan batangnya dan terhubung dengan tanah menjadi Ase (beras) yang nantinya akan menyatu dengan manusianya. Olehnya itu perlu
dilakukan pensucian agar lebih berberkah. Kegiatan Mappadendang biasanya dilakukan di lapangan terbuka dan dimulai setelah magrib atau malam hari. Pesta ini merupakan bentuk pergelaran seni tradisional karena merupakan sebuah pertunjukan unik yang menghasilkan bunyi-bunyian irama teratur atau nada dari kelihaian pemain, para perempuan beraksi dalm bilik baruga disebut Pakkindo’na sedang pria menari dan menabur bagian ujung lesu disebut Pakkambo’na. Bilik baruga terbuat dari bambu serta memiliki pagar yang terbuat dari anyaman bambu yang disebut Walasoji. Pakaian yang dikenakan pada saat Mappadendang mulai dari penari dan pemain yang akan tampil mengenakan pakaian adat yang telah ditentukan, yaitu :
- Bagi wanita diwajibkan untuk memakai baju bodoh
- Laki-laki memakai lilit kepala serta berbaju hitam, seluar lutut kemudian melilitkan sarung hitam bercorak
Alat yang digunakan dalam Mappadendang yaitu:
- Lesung panjangnya berukuran kurang lebih 1,5 meter dan maksimal 3 meter dan lebarnya 50cm berbentuk mirip perahu kecil (Jollore)
- Enam batang alat penumbuk yang biasanya terbuat dari kayu yang keras atau bambu yang berukuran setinggi orang
- Dua jenis alat penumbuk berukuran pendek, kira-kira panjangnya setengah meter
- Mabbarasanji merupakan kegiatan memanjatkan doa-doa, puji-pujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad SAW. yang dilafalkan dengan suatu irama atau nada yang biasa dilantunkan ketika kelahiran, khitanan, pernikahan, dan maulid Nabi Muhammad SAW. Isi barasanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, yang disebutkan berturut-turut yaitu silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi Rasul. Di dalamnya juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad SAW. serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan bagi umat manusia.
Adapun jenis olah raga yang terdapat di Desa Panincong adalah :
- Olah Raga Tradisional (Cule-Cule Toriolo) seperti :
Makkadaro,
Massallo,
Mallogo,
Maggasing,
Tarik Tambang,
Panjat Pinang,
Lari Kelereng - Olah Raga Konfensional seperti :
Sepak Bola,
Bola Volly,
Bola Basket,
Tennis Meja - Sarana dan Prasarana Olah Raga di Desa Panincong seperti :
Data Sarana dan Prasarana Olah Raga
No | Uraian | Banyaknya | Kondisi/Keadaan | Keterangan | |
Baik | Rusak | ||||
1 | Lapangan Sepak Bola | 1 | 1 | – | Fasilitas Masyarakat |
2 | Lapangan Bola Volly | 2 | 2 | – | Fasilitas Masyarakat |
3 | Lapangan Basket | 1 | 1 | – | Fasilitas Sekolah |
4 | Tennis Meja | 2 | 2 | – | Fasilitas Sekolah |